Kisah Sukses Implementasi Program ROOTS Anti-Perundungan di SMK Karya Nasional Kuningan
Daftar Isi
- Mengubah Sudut Pandang Tentang Guru BK di SMK
- Membangun Kekuatan Komunitas
- Cerita Inspiratif dari Pengamatan Saya di Lapangan
- Pembelajaran Sebagai Individu, Konselor dan HR
Sebagai seorang Guru Bimbingan dan Konseling (BK) di SMK Karya Nasional Kuningan selama empat tahun, saya telah melihat berbagai dinamika sosial di kalangan siswa. Di tengah lingkungan sekolah yang seharusnya menjadi ruang aman, isu perundungan, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi, masih menjadi tantangan yang nyata. Karena data menunjukkan bahwa 24,4% siswa berpotensi mengalami perundungan di sekolah.
Kondisi ini mendorong saya untuk mencari cara inovatif dalam menciptakan lingkungan belajar yang bebas dari kekerasan dan intimidasi. Titik baliknya datang pada Oktober 2021, setelah saya mendapat kesempatan berharga untuk mengikuti Bimbingan Teknis (Bimtek) Anti-Perundungan yang diselenggarakan oleh Pusat Penguatan Karakter Kemendikbudristek.
Pelatihan ini tidak hanya memberikan pemahaman mendalam tapi sekaligus menginspirasi. Selain itu pelatihan ini juga mengamanatkan implementasi Program ROOTS, sebuah program yang terbukti efektif dalam mencegah perundungan melalui pendekatan peer-to-peer.
Mengubah Sudut Pandang Tentang Guru BK di SMK
Tantangan terbesar yang saya hadapi bukanlah penolakan dari siswa, melainkan dari persepsi awal yang kurang tepat terhadap peran Guru BK dan program anti-perundungan. Seperti halnya yang dialami oleh banyak Guru BK lain, peran kami sering kali dianggap hanya sebagai administrator atau penindak disiplin bagi siswa bermasalah. Di awal, saya perlu menjelaskan bahwa program ROOTS bukanlah sekadar aturan baru, melainkan sebuah inisiatif yang memberdayakan siswa itu sendiri.
Fokus kami adalah pada pencegahan, bukan hanya penindakan. Kami menganalisis bahwa perundungan di sekolah seringkali disebabkan oleh kurangnya empati dan kesadaran akan dampak perilaku negatif. Oleh karena itu, solusi yang kami tawarkan harus realistis dan berakar dari komunitas sekolah itu sendiri.
Membangun Kekuatan Komunitas
Pembentukan dan Pertemuan Agen Perubahan Anti-Perundungan
Mengikuti panduan dari Bimtek, langkah pertama yang saya ambil adalah memulai proses seleksi untuk memilih 30 siswa yang akan menjadi Agen Perubahan ROOTS. Agen tersebut adalah siswa dan siswi yang terpilih melalui rekomendasi teman-teman sekelas atau seangkatan serta guru-guru di sekolah.
Kriteria seleksi tersebut tidak hanya berdasarkan prestasi akademik tetapi merupakan orang yang paling sering berinteraksi dengan teman-temannya di sekolah. Sehingga nantinya dapat membangun relasi positif dan memiliki pengaruh yang baik di antara teman-teman sebayanya.
Hasil dari seleksi yang kami lakukan, ternyata jumlahnya melebihi kriteria awal 30 orang menjadi 36 orang yang terpilih menjadi Agen Perubahan. Mereka yang terpilih dari Kelas X berjumlah 9 orang, Kelas XI berjumlah 8 orang dan Kelas XII berjumlah 20 orang.
Setelah terpilih, harusnya para Agen Perubahan ini menjalani serangkaian pelatihan intensif yang mencakup 10 modul anti-perundungan. Tetapi untuk implementasinya, karena di SMK tempat bekerja saya kegiatannya cukup padat. Jadi, agenda 10 pertemuan kami sederhanakan menjadi hanya beberapa pertemuan.
Pelatihan ini tidak sekadar teori, melainkan melibatkan diskusi kelompok, simulasi kasus, dan latihan praktis tentang cara mengidentifikasi, mengintervensi, dan melaporkan kasus perundungan secara aman. Mereka belajar untuk menjadi teladan melalui perilaku positif, yang sejalan dengan teknik konseling modelling.
Setelah pertemuan-pertemuan bersama para Agen Perubahan, saya minta tolong kepada agen perubahan untuk aktif memonitor interaksi di lingkungan sekolah, menjadi telinga dan mata bagi siswa lain yang membutuhkan bantuan, dan memberikan bimbingan awal.
Sejarah Awal Terbentuknya Akun Instagram @BK_Karnasku
Saat pertemuan bersama Agen Perubahan, saya memancing mereka diskusi, kemudian dari mereka tercetus ide kampanye anti-perundungan di sekolah, mulai dari poster, membuat di konten media sosial, hingga sesi berbagi cerita di kelas. Pertemuan inilah yang menjadi inspirasi perjalanan-perjalanan selanjutnya.
Saat itulah, tercetus ide membuat akun instagram oleh siswi Kelas XII AKL bernama Nanda Fitri. Akun IG tersebut adalah @Karnas_Antibully yang oleh Nanda buat lalu dia berikan ke saya untuk sharing account. Lalu, setelah kegiatan selesai, akun tersebut saya rubah menjadi @BK_Karnasku. Inilah yang menginspirasi saya untuk menginisisasi kampanye anti-perundungan di dunia maya.
Dalam perjalanannya akun IG BK menjadi salah satu pusat informasi sekolah hingga promosi sekolah, konten organik yang bermanfaat dan menghibur bermunculan dari siswa yang kerap melakukan tag ke akun @BK_Karnasku. Saya juga sering melakukan upload setelah kegiatan di sekolah yang berkolaborasi dengan instansi terkait, seperti BNN Kabupaten Kuningan dan Kemdikbud Kuningan. Sekarang akun tersebut sudah berjumlah 1800+ followers (per 21 Agustus 2025) dan sudah saya hibahkan setelah saya resign ke Guru BK yang masih bekerja di sana.
Saya sangat bangga akan perjalanan akun tersebut. 😇
Cerita Inspiratif dari Pengamatan Saya di Lapangan
Setelah beberapa bulan program berjalan, saya mulai melihat perubahan yang signifikan. Meskipun saya tidak memiliki data kuantitatif dalam bentuk persentase, dampaknya terlihat jelas dari laporan yang masuk dan dinamika sosial di sekolah. Perubahan yang terlihat bahkan setelah bertahun-tahun dan sampai pada saya berakhir menjadi Guru BK adalah sebagai berikut:
Inisiatif untuk Berkomunikasi Terbentuk
Siswa Lebih Aware dengan Perbedaan Jokes dan Bully
Culture Shifting dari Guru-Guru SMK Sendiri
Program yang Bersinergi dengan ROOTS Selalu Muncul di Sekolah
Value Menjalar ke Perkumpulan dan Organisasi Lain
Saya Beberapa Kali Menjadi Narasumber Dalam Acara Di Sekolah
Kasus Bullying Ekstrim di Sekolah Semakin Menurun
Agen Perubahan yang Benar-Benar Berubah Menjadi Lebih Baik
Pembelajaran Sebagai Individu, Konselor dan HR
Pengalaman mengimplementasikan Program ROOTS mengajarkan saya bahwa perubahan sejati tidak dapat dipaksakan dari luar, melainkan harus tumbuh dari dalam. Dengan memberdayakan siswa sebagai Agen Perubahan, kami tidak hanya mencegah perundungan, tetapi juga menumbuhkan karakter positif, empati, dan kepemimpinan di kalangan mereka.
Pengalaman ini juga menegaskan kembali komitmen saya sebagai konselor, individu maupun calon HR untuk terus belajar dan beradaptasi. Setiap siswa adalah cerminan individu yang memiliki kebutuhan unik, dan dengan strategi yang tepat, mereka semua dapat mencapai potensi terbaiknya.
Saya percaya, upaya kolaboratif selalu dapat meningkatkan hasil yang merupakan tujuan bersama inginkan dan tentunya kesejahteraan individu masing-masing. Kisah ini pun memperkaya perjalanan profesional saya sebagai pendidik yang berkomitmen untuk menciptakan lingkungan tempat kita beraktivitas yaitu bekerja, belajar, dan bermasyarakat, selalu aman dan inklusif.
Apakah tempat atau sekolah Anda juga ingin menerapkan program anti bullying? Mari berdiskusi dan berbagi pengalaman, di kolom komentar. Atau..
👉 Tertarik bekerja sama dalam seminar, pelatihan, atau ingin konsultasi dan berdiskusi seputar pendidikan, psikologi, kesehatan mental & HR? Jangan ragu untuk menghubungi saya. Kunjungi portofolio lengkap saya sebagai konselor yaa.
- 📧 Email: fauzyhusnimubarok@gmail.com
- 💼 LinkedIn: https://www.linkedin.com/in/fauzyhusnim
- 📱 Instagram: @fauzyhusnim










Posting Komentar